Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2011

Hujan Turun, Pelajaran Dihentikan

Gambar
ARIFIN/RADAR SAMPIT MEMPRIHATINKAN – Siswa kelas VI SDN 2 Luwuk Kama Desa Jemaras Kecamatan Cempaga terpaksa memanfaatkan rumah guru untuk proses belajar mengajar karena keterbatasan ruang kelas. Memprihatinkan, Rumah Guru Jadi Kelas SAMPIT – Terbatasnya ruang kelas, membuat pihak SDN 2 Luwuk Kama Desa Jemaras Kecamatan Cempaga Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), harus putar otak agar anak didik mereka tetap bisa belajar. Bahkan, rumah dinas yang seharusnya dijadikan tempat tinggal para guru, akhirnya harus direlakan untuk dijadikan ruang kelas. Sebelumnya, berbagai cara lain juga dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyiasati keterbatasan ruang kelas. Salah satunya adalah dengan menyekat salah satu ruangan sehingga bisa digunakan untuk dua kelas berbeda, meski tentu sangat tidak nyaman karena proses belajar mengajar kedua kelas tersebut hanya dibatasi sekat alakadarnya. Penggunaan rumah dinas guru menjadi ruang kelas terjadi sejak 2009 lalu. Rumah dinas yang kondisinya juga cukup mem

Ruang Kelas Dibuat Bersekat

Gambar
ARIFIN/RADAR SAMPIT TERGANGGU : Siswa Kelas IV dan V SDN 2 Luwuk Kama Desa Jemaras, Kecamatan Cempaga cukup terganggu karena belajar di satu ruang yang sama dengan hanya dibatasi sekat. Satu Ruang Untuk Dua Kelas SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim)masih harus terus meningkatkan sarana dan prasaranan pendidikan di daerah ini. Mengingat, masih banyak siswa yang harus belajar di sekolah yang kondisinya tidak nyaman karena berbagai keterbatasan. Seperti di SDN 2 Luwuk Kama Desa Jemaras Kecamatan Cempaga, keterbatasan ruang kelas membuat pihak sekolah mengambil kebijakan menggabungkan sejumlah kelas saat belajar. Siswa kelas IV dan V harus belajar di satu ruang yang sama hanya dengan dibatasi sekat di bagian tengah ruangan. Hal itu dilakukan karena ruang yang ada tidak mencukupi. Selain membuat sekat, sekolah yang posisinya berada dipinggir jalan poros Sampit-Palangka Raya ini juga memberlakukan jadwal masuk kelas pagi dan siang, terutama untuk kelas II. Kepala SDN 2 Lu

Nelly Suriani Purba

Gambar
Cerita Nelly Suriani Purba, Guru Bahasa Indonesia di Desa Terpencil Sulit beradaptasi karena Mayoritas Anak Menggunakan Bahasa Ibu Menjadi tenaga pendidik terutama di desa terpencil tidaklah gampang. Banyak rintangan yang dihadapi. Salah satunya sulit berkomunikasi karena mayoritas siswa menggunakan bahasa ibu dan bahasa Indonesia masih dianggap bahasa asing bagi mereka. ARIFIN, Sampit TAHUN 1987 merupakan awal perjalanan Nelly Suriani Purba menginjakkan kakinya di Desa Buntut Bali, Kabupaten Katingan (dulu masih masuk Kabupaten Kotawaringin Timur). Dia ditugaskan sebagai guru bahasa Indonesia di SMPN 1 Pulau Malan. Dari situlah awalnya dia mulai memperkenalkan bahasa Indonesia kepada anak didiknya. Meskipun hanya 2 tahun bertugas di SMPN 1 Pulau Malan, Nelly memiliki pengalaman yang tidak pernah dia lupakan yakni sulitnya melakukan komunikasi kepada warga setempat terlebih-lebih dengan anak didiknya. Pasalnya, bahasa pengantar yang disampaikan pada saat berkomunikasi mengunakan bahasa

Janjikan Tambahan Ruang Kelas

Gambar
Jepretan Arifin Radar Sampit BELAJAR : Sejumlah murid SDN 3 Sawahan belajar dibawah pohon SDN 3 Sawahan Dibanjiri Pejabat SAMPIT– Kondisi memprihatinkan siswa SDN 3 Sawahan Kecamatan Mentawa Baru Ketapang yang terpaksa belajar di bawah pohon karena kekurangan ruang kelas, seakan membuat pihak terkait kebakaran jenggot. Setelah berita itu muncul di koran ini, sejumlah pihak ramai-ramai datang ke sekolah tersebut dan berjanji akan memperjuangkan penambahan ruang kelas. Pantauan Radar Sampit, Selasa (4/10) pagi, proses belajar mengajar sejumlah siswa yang terpaksa belajar di alam terbuka, tetap berjalan seperti biasa. Namun kemarin perhatian mereka sedikit terbagi karena kebanjiran tamu sejumlah pihak terkait, yakni pejabat terkait yang ingin melihat langsung kondisi proses belajar mengajar di sekolah itu. Paling awal datang ke lokasi adalah Kepala UPTD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kecamatan MB Ketapang Syahmubin, disusul Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Kotim Heriansya

Terpaksa Belajar di Bawah Pohon

Gambar
ARIFIN/RADAR SAMPIT BELAJAR DILUAR RUANGAN : Sejumlah murid SDN 3 Sawahan belajar dialam terbuka karena tidak adanya ruang kelas yang digunakan untuk proses belajar mengajar. SAMPIT – Untuk membuktikan masih kurangnya fasilitas pendidikan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ternyata tidak perlu jauh-jauh ke pelosok. Di dalam kota Sampit, ternyata juga ada siswa Sekolah Dasar (SD) yang harus belajar dengan fasilitas yang jauh dari kata ideal. Keterbatasan ruang belajar bagi kelas I dan II SDN 3 Sawahan memaksa para murid itu harus mengikuti proses belajar mengajar di alam bebas. Memprihatinkan, karena mereka harus belajar di bawah pohon dengan hanya beralaskan terpal. Suasana belajar seperti itu tentu bukan sesuatu yang nyaman bagi para siswa setempat. Selain kurang konsentrasi karena suara guru sering kalah keras dengan suara warga atau lalu lintas di kawasan itu, perhatian para siswa juga terkadang terpecah karena banyak warga yang memperhatikan proses belajar-mengajar yang sedan