Cerita Sehari di Kecamatan Antang Kalang
ARIFIN, Antang Kalang
SELASA (10/1) siang setelah mengikuti kegiatan di Aula Kecamatan Parenggean, saya bersama tim fasilitasi dan pembinaan Anggaran Dana Desa (ADD) Kabupaten Kotim melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Antang Kalang.
Pada saat itu kami menggunakan dua mobil jenis.
Sebelum berangkat, saya berpikiran di perjalanan akan bisa menikmati pemadangan hutan khas Kalimantan. Namun harapan itu meleset. Sepanjang jalan, di kanan kiri jalan hanya terhampar pohon kelapa sawit. Hutan yang saya bayangkan tak tampak sama sekali.
Selain disuguhi rimbunnya pohon kelapa sawit, jalan yang berliku, menanjak dan menikung tajam juga menghiasi setiap perjalanan kami.
Cuaca mendung dan hujan rintik-rintik membasahi bumi seakan menjadi kenangan tersendiri, terutama bagi saya yang pertama kali berkunjung ke wilayah ini.
Untuk menuju ke ibukota kecamatan, akses transportasi cukup sulit. Jalan yang masih tanah itu berubah menjadi kubangan lumpur. Beberapa mobil dan kendaraan yang melintas harus ekstra hati-hati jika tidak ingin terjebak di kubangan lumpur.
Sekitar dua jam perjalanan dari Kecamatan Parenggean, tibalah di perempatan yang cukup membingungkan. Sebab di lokasi tersebut tidak ada arah penujuk jalan. Agar tak tersesat, kami pun harus bertanya ke salah satu warung yang tak jauh dari lokasi itu.
Nasib mujur, di waktu bersama rombongan Camat Antang Kalang melintasi jalan tersebut. Mengetahui ada rombongan dari kabupaten Kotim, mobil yang ditumpangi Pak Camat berhenti. Sambil melepas lelah sejenak, durian pun menjadi santapan pembuka.
Puas menikmati durian, perjalanan kembali dilanjutkan.
Sekitar pukul 16.13 WIB, rombongan tiba di Desa Kalang ibukota Kecamatan Antang Kalang. Kedatangan rombongan disambut hangat pemilik penginapan yang letaknya tidak jauh dari kantor kecamatan. Untuk menghilangkan kepenatan dan kelelahan selama dalam perjalanan, kami menginap satu malam di penginapan itu.
Malam harinya kami dibuat terheran-heran. Pasalnya, listrik sebagai kebutuhan sehari-hari untuk menerangi digelapnya malam ternyata dibatasi yakni menyala hanya dimulai pukul 17.00 Wib dan padam pukul 23.00 WIB.
Bagi yang ingin menoton televisi, warga hanya menggunakan accu sebagai listrik mengingat listrik siang total dipadamkan.
Disamping itu, sinyal operator selular juga hampir tidak ada bahkan terkadang-kadang lenyap karena Kecamatan Antang Kalang ini hanya mengandalkan jangkauan tower-tower dari Kecamatan Mentaya Hulu.
Pagi harinya (11/1), sekitar pukul 05.10 WIB saya jalan-jalan sendiri seraya membawa tas yang berisikan “senjata” wartawan seperti kamera DSLR, lensa wide, blitz dan peralatan lainnya. Tujuannya, untuk mengabadikan momen-momen penting selama berada di Kecamatan Antang Kalang.
Banyak momen yang menarik sempat saya abadikan. Diantaranya pemandangan rutinitas warga yang ada di desa seberang ketika ingin berbelanja ke ibukota Antang Kalang maupun mengantarkan anaknya ke sekolah dengan hanya menggunakan klotok atau jukung (sampan).
Transportasi air ini sudah ada sejak lama dikarenakan tidak adanya akses jembatan penghubung antara dua kampung tersebut.
Sekitar 200 kepala keluarga (KK) yang ada di ibukota Antang Kalang ini. Untuk warga yang ada di seberang rata-rata pekerjaannya petani rotan dan karet sedangkan warga yang ada di ibukota Antang Kalang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang.
Mengenai harga sembako dan kebutuhan lainnya, Anda jangan kaget karena di sini harganya cukup tinggi karena dihitung dari biaya transportasi yang cukup mahal. Misalnya, minyak tanah dan solar Rp9 ribu per liter, sedangkan bensin Rp8 ribu per liter.
“Kalau sampai ke Desa Tumbang Gagu, harganya Rp15 ribu per liternya,” ungkap Suradi, salah satu warga setempat ketika dibincangi Radar Sampit.
Menurutnya, semua keperluan di Kalang ini serba mahal dan biaya hidup juga tinggi sehingga banyak pendatang yang tidak betah tinggal di Kecamatan Antang Kalang.
“Rata-rata sembako dan kebutuhan lainnya mahal,” tegasnya.
Sebenarnya ada objek wisata di Desa Tumbang Gagu, di mana di desa ini terdapat Rumah Betang Tua yang konon kondisinya cukup memprihatinkan karena kurang perhatian pemerintah daerah. Namun untuk menuju ke desa itu, kita harus mengeluarkan biaya Rp1,5 juta untuk menyewa kelotok karena sangat jarang ada taksi air.
Mahalnya biaya transportasi air untuk menuju ke Desa Tumbang Gagu dikarenakan klotok harus melewati riam. Apabila salah mengambil jalur klotok akan terhantam riam dan pecah. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa biayanya cukup tinggi.
Disamping itu, harga klotok yang baru diprediksikan Rp3 juta.
Di Kecamatan Antang Kalang ini juga terdapat dermaga yang diberinama Dermaga Sungai Kalang. Sungai Kalang ini merupakan anak sungai Mentaya dan apabila ingin menuju kekecamatan ini bisa juga melewati sungai hanya saja, risikonya lebih tinggi dibandingkan melalui jalur darat.
Seperti desa-desa lainnya, Kecamatan Antang Kalang juga memiliki musim buah seperti buah durian, rambutan dan cempedak. Akan tetapi, harganya tidak ada nilainya karena rata-rata warga punya kebun sendiri kecuali dijual kepada pendatang.
Sebelumnya, Desa Kalang yang merupakan ibukota Antang Kalang ini pada saat malam hari sunyi itu dikarenakan para pedagang enggan membuka dagangannya karena sering terjadi keributan. Seiring berjalannya waktu, berdirinya pos polisi akhirnya kerawanan-kerawanan itu mampu ditekan sehingga hanya sebagian pedagang yang memberanikan diri untuk membuka dagangannya. Akan tetapi, paling lama bukanya sekitar pukul 21.00 WIB.
Hingga kini, perkembangan Kecamatan Antang Kalang terutama di ibukotanya cukup maju, disitu bagi pedatang tidak perlu panik untuk mencari tempat tidur kalau hanya sekadar melihat indahnya panorama di desa karena sudah ada dua penginapan dan biayanya terjangkau.
Disamping itu, meskipun baru dimekarkan sekitar tahun 2008 silam kemajuan dibidang pendidikan juga ikut menyertai perkembangan selama ini. Dari 31 Desa yang tersebar di Kecamatan ini jumlah SD 30 sekolah, SMP 2 sekolah, SMA 1 sekolah dan SMK 1 sekolah. Hanya saja, Kecamatan ini kekurangan tenaga pendidik.
Selain kekurangan tenaga pendidik juga kekurangan tenaga medis dan aparatur desa.
Sedangkan penduduknya, tiap tahun meningkat terutama yang bermukim di ibukota, didominasi rata-rata para pendatang. Para pendatang ini kebanyak untuk bertahan hidup hanya berjualan dan penduduk aslinya berada diseberang.
“Biaya hidup di Kecamatan ini mahal,” tambah Camat Antang Kalang Siagano.
Siagano menuturkan, sejak dirinya dilantik sebagai Camat Antang Kalang akhir tahun 2010 lalu hingga sekarang ada dua kendala yang harus ditangani serius yakni, listrik dan akses jalan. Keduanya itu harus dibenahi mengingat Kecamatan ini ingin juga sejajar dengan Kecamatan lainnya.
Mengenai listrik misalnya, Siagano mengaku kesulitan untuk membuat laporan yang harus dibuat terutama menggunakan komputer, listrik terbatas sehingga terkadang-kadang pekerjaannya banyak yang tertunda karena tidak bisa menggunakan manual.
Selain itu, akses jalan yang kerap diabaikan oleh perusahaan perkebunan sawit yang beroperasi di wilayah Kecamatan Antang Kalang membuat salah satu kendala kurang lancarnya arus lalulintas menuju kekecamatan tersebut. “Bantuan dari perusahaan sawit minim,” keluhnya. (***)
wihhhhhh antang kalang....
BalasHapusPemekaran sekitar tahun 2008??, buat berita yang betullah sikit, cari referensi yang benar
BalasHapus