Hujan Turun, Pelajaran Dihentikan
ARIFIN/RADAR SAMPIT
MEMPRIHATINKAN – Siswa kelas VI SDN 2 Luwuk Kama Desa Jemaras Kecamatan Cempaga terpaksa memanfaatkan rumah guru untuk proses belajar mengajar karena keterbatasan ruang kelas.
Memprihatinkan, Rumah Guru Jadi Kelas
SAMPIT – Terbatasnya ruang kelas, membuat pihak SDN 2 Luwuk Kama Desa Jemaras Kecamatan Cempaga Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), harus putar otak agar anak didik mereka tetap bisa belajar. Bahkan, rumah dinas yang seharusnya dijadikan tempat tinggal para guru, akhirnya harus direlakan untuk dijadikan ruang kelas.
Sebelumnya, berbagai cara lain juga dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyiasati keterbatasan ruang kelas. Salah satunya adalah dengan menyekat salah satu ruangan sehingga bisa digunakan untuk dua kelas berbeda, meski tentu sangat tidak nyaman karena proses belajar mengajar kedua kelas tersebut hanya dibatasi sekat alakadarnya.
Penggunaan rumah dinas guru menjadi ruang kelas terjadi sejak 2009 lalu. Rumah dinas yang kondisinya juga cukup memprihatinkan itu diputuskan untuk dijadikan ruang kelas agar seluruh siswa bisa tertampung.
Meskipun kelas VI yang menggunakan ruang kelas di rumah dinas guru itu jumlah siswanya hanya 8 orang, namun dipandang dari segi psikologis tetap akan memengaruhi jiwa generasi muda ini. Pasalnya, selain ruangan sempit, proses belajar dan mengajar langsung dihentikan sementara saat hujan karena air masuk ke dalam ruang kelas akibat atap sudah bocor.
Kepala SDN 2 Luwuk Kama Amrul Hadi mengatakan, itulah kondisi yang dihadapi pihaknya saat ini. “Kami kekurangan gedung terpaksa menggunakan rumah guru walaupun kondisinya kurang layak ditempati,” ungkapnya kepada Radar Sampit akhir pekan tadi.
Yang menggunakan rumah dinas guru ini tidak hanya murid kelas VI SDN 2 Luwuk Kama melainkan juga dijadikan kantor tempat istirahat dewan guru ketika usai mengajar maupun sedang menunggu giliran untuk mengajari anak didiknya. “Kantor kami juga di sini (rumah dinas guru-Red) ini,” terangnya.
Kantor guru maupun kepala sekolah hanya satu atap tanpa ada sekat dan posisinya juga berdampingan dengan kelas VI. Kondisi ini sudah tentu akan terasa kurang nyaman karena ruang atap itu digunakan untuk kantor dan ruang belajar murid.
Kendala lain, proses belajar mengajar tidak bisa menggunakan alat bantu yang menggunakan listrik, termasuk lampu penerangan saat cuaca mendung dan gelap karena ruang itu tidak tersambung jaringan listrik. “Beginilah kondisi sebenarnya, kami tidak bisa berbuat banyak, hanya mampu menjalani apa adanya,” keluhnya.
Meski begitu, Amrul Hadi mengaku tidak putus asa. Pihaknya sudah melakukan berbagai upaya agar SDN 2 Luwuk Kama ini mendapatkan penambahan gedung kelas baru karena jumlah rombongan belajar walaupun jumlah totalnya 68 orang akan tetapi jumlahnys sudah ada 6 kelas. “Pada saat musrenbang Kecamatan, sudah dua kali sudah diusulkan, pada saat reses anggota DPRD Kotim terutama untuk daerah pemilihan (dapil) di desa ini juga pernah diusulkan. Tapi, belum ada respons,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya sangat berharap agar pemerintah daerah melalui instansi terkait memperhatikan kondisi sekolah ini karena keperluan sangat mendesak. “Yang kami harapkan tahun mendatang dijadikan salah satu prioritas penambahan gedung baru untuk sekolah ini,” pintanya dan diamini guru lainnya. (arifin)
Komentar
Posting Komentar