Terpaksa Belajar di Bawah Pohon


ARIFIN/RADAR SAMPIT
BELAJAR DILUAR RUANGAN : Sejumlah murid SDN 3 Sawahan belajar dialam terbuka karena tidak adanya ruang kelas yang digunakan untuk proses belajar mengajar.

SAMPIT – Untuk membuktikan masih kurangnya fasilitas pendidikan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ternyata tidak perlu jauh-jauh ke pelosok. Di dalam kota Sampit, ternyata juga ada siswa Sekolah Dasar (SD) yang harus belajar dengan fasilitas yang jauh dari kata ideal.
Keterbatasan ruang belajar bagi kelas I dan II SDN 3 Sawahan memaksa para murid itu harus mengikuti proses belajar mengajar di alam bebas. Memprihatinkan, karena mereka harus belajar di bawah pohon dengan hanya beralaskan terpal.
Suasana belajar seperti itu tentu bukan sesuatu yang nyaman bagi para siswa setempat. Selain kurang konsentrasi karena suara guru sering kalah keras dengan suara warga atau lalu lintas di kawasan itu, perhatian para siswa juga terkadang terpecah karena banyak warga yang memperhatikan proses belajar-mengajar yang sedang mereka jalani, termasuk para orangtua yang terlihat ikut duduk di sekitar mereka.
Kondisi itu sudah dirasakan siswa SDN 3 Sawahan Kelurahan Sawahan Kecamatan MB Ketapang sejak tahun ajaran 2011/2012. Sejumlah murid terutama kelas I dan II terpaksa belajar di luar ruangan lantaran gedung fisik tempat mereka belajar tidak ada sehingga pihak sekolah terpaksa menggunakan halaman sebagai tempat proses belajar mengajar.
Hanya menggunakan terpal sebagai alas untuk belajar tanpa ada meja kursi sebagai tempat untuk duduk serta menulis dibuku. Mereka juga merasakan panasnya terik matahari pagi karena tidak ada yang melindungi hanya berharap pada rindangnya pepohonan di sekitar tempat mereka duduk.
Tempat duduk siswa kelas I dan II ini tempat hanya dipisahkan posisi duduk mereka agar tidak tercampur. Siswa kelas I menghadap selatan dan kelas II menghadap timur. Ada 2 papan tulis yang disiapkan dan bentuknya juga darurat sehingga apabila ditiup angin roboh bahkan bisa menimpa anak yang sedang belajar.
Orangtua siswa dengan setianya menunggu anaknya yang sedang belajar, sebagian ada yang ikut duduk lesehan berbaur dengan para siswa. Mereka juga ikut merasakan betapa tidak enaknya belajar di alam terbuka tanpa atap sebagai pelindung dan tanpa meja kursi untuk duduk dan menulis. Singkatnya, enak belajar di dalam ruangan.
Yang dikhawatirkan nantinya, ketika musim hujan tiba seluruh murid kelas I dan II berjumlah sekitar 55 orang itu akan belajar menggunakan ruangan yang mana, sedangkan ruangan kelas lainnya sudah digunakan oleh siswa lain. Kemungkinan mereka akan diliburkan atau merubah jam masuk.
Ketika merubah jam masuk, mengacu pada tahun sebelumnya ada beberapa murid yang terpaksa pindah sekolah dikarenakan orangtua mereka merasa keberatan karena anaknya masuk siang. Belum ada solusi masalah itu hingga sekarang.
Pihak sekolah sebelumnya juga telah berupaya mengusulkan permohonan bantuan sarana dan prasarana melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) sejak tahun 2009 hingga sekarang. Akan tetapi, usulan itu tidak pernah digubris sehingga membuat pihak sekolah putus asa. “Sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya,” ungkap Kepala SDN 3 Sawahan Hj Siti Radiah kepada Radar Sampit ketika bertandang kemarin (3/10).
Selain melalui musrenbang, pihaknya juga telah melakukan koordinasi melalui UPTD Dikpora Kecamatan MB Ketapang hingga Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kotim. Bahkan, melalui komite sekolah. Akan tetapi, tetap menemui jalan buntu. “Terus kami harus mengadu kepada siapa lagi. Semua jalur sudah ditempuh namun tidak ada solusi,” ujarnya lirih.
Noorlaila, salah satu guru menuturkan, cukup sulit untuk mengontrol anak didiknya karena tidak ada tempat duduk dan meja belajar sehingga kebanyakan anak belajarnya ada yang sambil tiarap dan ada juga yang membungkuk. “Karena alamnya terbuka fokus menerima pelajaran berkurang,” tuturnya.
Pihak sekolah sebelumnya pernah ditawarkan agar proses belajarnya dipindahkan menggunakan musala. Akan tetapi, karena untuk mengontrol anak dinilai sulit, akhirnya tawaran itu ditunda sementara. “Pernah ditawarkan menggunakan musala dekat sekolah, tapi kami takut sulit untuk mengontrol apalagi jumlahnya banyak akhirnya kami pending sementara,” jelas ibu berkerudung ini.
Pengalaman yang tidak pernah dilupakan oleh guru ini, ketika ada angin kencang, papan tulis sempat roboh dan hampir menimpa anak didik yang sedang belajar. Meskipun sempat roboh namun tidak sampai mengakibatkan adanya korban. “Sempat roboh waktu angin kencang. Terpaksa, berhenti belajarnya karena waktu itu sedang hujan gerimis,” paparnya.
Sementara itu, salah satu orangtua siswa, Siti mengaku cukup prihatin dengan kondisi yang dirasakan oleh anaknya ketika mengikuti proses belajar mengajar di luar ruangan. “Saya sendiri saja merasa prihatin. Bagaimana dengan perasaan pihak sekolah yang sudah berupaya semaksimal mungkin untuk memohon dibangunkan tambahan gedung baru hingga sekarang belum digubris,” katanya.
Siti juga merasakan, betapa tidak enaknya belajar di luar ruangan ketika mendampingi anak kesayangannya selain panas juga tidak terfokusnya menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru. “Ribut, kadang-kadang tidak kedengaran apa yang disampaikan oleh guru,” pungkasnya. (arifin)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Lebih Dekat TK Negeri Pembina Sampit

Ahli mesin kerjanya cuma tukang sapu stadion

Wow.. seru, anak TK Cita Bunda dikenalkan proses mencetak koran