Warga saranau keluhkan kelangkaan mitan
SAMPIT - Kelangkaan minyak tanah (mitan) bukan hanya dirasakan masyarakat di kota sampit, sejumlah warga Kecamatan Saranau mengalami hal serupa dan mengeluh sejak awal Juli lalu.
Informasi yang dihimpun Radar Sampit, sekitar 7 pangkalan mitan beroperasi diwilayah Kecamatan Saranau terutama dibantaran sungai Mentaya akan tetapi warganya mengaku tidak pernah dapat jatah mitan padahal pendistribusiannya tiap minggu lancar.
Dalam satu bulan pangkalan mitan tersebut masing-masing disuplay dari depot pertamina Sampit sebanyak 4 tangki atau 1 tangki 25 drum. "Sejak awal bulan Juli kami kesulitan mendapatkan mitan dipangkalan dekat rumah kami ini," ungkap salah satu warga Saranau, Anang.
Menurut Anang, dengan jumlah pasokan yang cukup tentunya masyarakat sekitar pinggiran bantaran sungai mentaya kebagian mitan akan tetapi nyatanya tidak. "Dikemanakan jatah warga, padahal sebelumnya untuk warga Saranau terpenuhi," urainya.
Anang justru berpikiran kearah oplosan dengan langkanya mitan didaerah Saranau ini. "Kemungkinan dioplos kemudian dicampur dengan solar untuk dijual keindustri. Buktinya, baru beberapa menit diisi kepangkalan, pemiliknya mengaku mitan sudah habis. Inikan tidak masuk akal," celutuk pria berkumis ini.
Berbeda yang diungkapkan kurniawan, sejak kesulitan mendapatkan mitan disekitara tempat tinggalnya, dirinya memilih alternatif lain yakni menggunakan kayu bakar. "Mitan langka, mau tidak mau cari kayu bakar dihutan," ujarnya pasrah.
Pria memiliki tiga anak ini tidak terlalu peduli atas langkanya mitan didaerahnya karena sudah bosan dengan keadaan. "Tidak ada yang peduli terhadap kita warga miskin ini, lebih baik diam. Yang kaya semakin kaya dan yang semakin miskin, itulah kita," ujarnya dengan lantangnya.
Apa yang disampaikan oleh Kurniawan benar adanya, pemerintah daerah tidak sanggup mengatasi persoalan tentang BBM. Buktinya, tim pengawas BBM yang dibentuk Bupati Kotim, stagnan. Alasannya, belum ada biaya operasional. (arifin)
Informasi yang dihimpun Radar Sampit, sekitar 7 pangkalan mitan beroperasi diwilayah Kecamatan Saranau terutama dibantaran sungai Mentaya akan tetapi warganya mengaku tidak pernah dapat jatah mitan padahal pendistribusiannya tiap minggu lancar.
Dalam satu bulan pangkalan mitan tersebut masing-masing disuplay dari depot pertamina Sampit sebanyak 4 tangki atau 1 tangki 25 drum. "Sejak awal bulan Juli kami kesulitan mendapatkan mitan dipangkalan dekat rumah kami ini," ungkap salah satu warga Saranau, Anang.
Menurut Anang, dengan jumlah pasokan yang cukup tentunya masyarakat sekitar pinggiran bantaran sungai mentaya kebagian mitan akan tetapi nyatanya tidak. "Dikemanakan jatah warga, padahal sebelumnya untuk warga Saranau terpenuhi," urainya.
Anang justru berpikiran kearah oplosan dengan langkanya mitan didaerah Saranau ini. "Kemungkinan dioplos kemudian dicampur dengan solar untuk dijual keindustri. Buktinya, baru beberapa menit diisi kepangkalan, pemiliknya mengaku mitan sudah habis. Inikan tidak masuk akal," celutuk pria berkumis ini.
Berbeda yang diungkapkan kurniawan, sejak kesulitan mendapatkan mitan disekitara tempat tinggalnya, dirinya memilih alternatif lain yakni menggunakan kayu bakar. "Mitan langka, mau tidak mau cari kayu bakar dihutan," ujarnya pasrah.
Pria memiliki tiga anak ini tidak terlalu peduli atas langkanya mitan didaerahnya karena sudah bosan dengan keadaan. "Tidak ada yang peduli terhadap kita warga miskin ini, lebih baik diam. Yang kaya semakin kaya dan yang semakin miskin, itulah kita," ujarnya dengan lantangnya.
Apa yang disampaikan oleh Kurniawan benar adanya, pemerintah daerah tidak sanggup mengatasi persoalan tentang BBM. Buktinya, tim pengawas BBM yang dibentuk Bupati Kotim, stagnan. Alasannya, belum ada biaya operasional. (arifin)
Komentar
Posting Komentar